Otak dan Hati

Pertama aku melihat mu
ku kagumi pesona mu
ingin ku ajak dirimu
menjalani hidup bersama ku

tiba-tiba bermunculan tanda tanya
Apa dia orang yang tepat?
 

Apa benar dia cinta sejati ku? 
Apa aku akan bahagia bersama nya?
Apa aku dan dia akan bertahan selamanya?

dan ribuan pertanyaan lain bermunculan
dan aku mulai bertanya pada Otak ku
tetapi, Otak ini tak mampu menjawab satu pun pertanyaan.

kini aku mulai ragu...
mengapa sang Otak tak dapat menjawab...

tapi...
sekali lagi aku mulai bertanya,
kali ini bertanya pada sang Hati
pertanyaan yang sama seperti sebelumnya
sebelum pertanyaan pertama selesai ku bacakan
"Apa dia ..."
tanpa ragu hati ku menjawab...

"Ya"

Maaf untuk Ayah Ibu

Ayah Ibu, maaf...
Saat aku masih bayi, aku selalu menangis tengah malam dan membangunkan kalian
Aku sering buang air di pelukan kalian saat kalian menggedung ku
Kalian terpaksa mengurangi porsi ayam per bulan demi membeli susu bayi berkualitas tinggi

Ayah Ibu, maaf...
Ketika aku kecil, aku selalu rewel ingin dibelikan mainan mahal
Selalu malas bila di suruh mandi walau tubuh ku penuh dengan lumpur
Terlalu banyak bermain hingga lupa mengerjakan PR

Ayah Ibu, maaf...
Ketika remajaku, aku selalu membantah perkataan kalian
Membentak kalian dengan kata-kata kasarku
Pulang ke rumah ketika sudah larut malam

Ayah Ibu, maaf..
Ketika aku telah dewasa, aku lupa menelpon kalian walaupun hanya satu kali seminggu
Tidak merawat cucu-cucu kalian seperti kalian merawat kami
Dan masih terus membantah nasehat-nasehat bijak kalian

Itu semua hanya sebagian kecil dari ribuan dosaku kepada kalian
Ternyata aku anak yang tak berguna
Hanya menyusahkan kedua manusia yang telah merawat dan membesarkan ku

Ayah... Ibu...
Maaf karena aku hanya bisa menebus ribuan dosa ku dengan 1 kata
maaf...

Kami

Kami !
bertahan di lingkaran api
menutup memar di pipi
berbasuh darah dari dahi

Bertahan dan melawan
dunia memang tak akan pernah mengalah
tapi kami juga takkan menyerah

Kami akan terus kepakkan sayap rapuh kami
menatap tajam dengan mata buta kami
dan mengutuk dengan lidah putus kami

Berjuang atas harga diri
tujuan dan impian

Walau dunia berteriak mengecam
Dia tahu siapa yang akan menang
maka kami akan terus bertahan
kalian akan melihat manusia-manusia
yang berdiri saat bumi berguncang
dan itulah Kami !

Jalan Sang Anak

Kelak sang anak menyapa
"Mengapa aku tercipta?"
mendung bertahan dalam kehidupan
mencipta raga tiada nyawa

Salju terus menyelimuti sang bukit
mengintai dalam keadaan sunyi senyap
mengiringi untaian lirik lagu sang rembulan
yang terus menatap mu tanpa arti

Tahukah kau?
kini api bisa mengalahkan air
menggugah, melawan semua takdir
bergelut dengan nasib
bertarung dengan kepastian

Jadi apa yang kini kau takutkan?
kini kau sudah besar nak !
tentukanlah jalan mu
kematian bukanlah sebuah jalan buntu

Sakit Hati

Dahulu aku berfikir aku hanya seorang 'robot'
tanpa hati, hanya memiliki otak sebagai prosessor
orang bilang aku tak punya hati
tak punya hati, berarti tak bisa sakit hati

Dahulu aku lah yang selalu mematahkan hati para bidadari
sekali lagi, aku masih tak punya hati
di tiap tangga para bidadari jatuh satu-persatu
aku bingung apa yang mereka cari dari seorang tanah seperti ku

Tapi kini berbeda setelah aku kenal kamu
kamu hanya seorang manusia, tapi...
bisa menumbuhkan hati pada 'robot' ini
bisa meremukkan hati ku hanya karena kecemburuan
bisa menarik ku dibanding pada bidadari

Saat kecemburuan dan rasa sakit datang
otak ku bertanya pada sang hati
"Mengapa kau tetap menyukainya, walau kelak akan tersakiti?"
sang hati menjawab
"aku hanya melakukan tugas ku, kawan"

Awal dan Akhir

Masih ku ingat hari itu
seperti kematian...

bagai melihat makhluk akhirat tanpa sayap
serasa di surga walau sesaat

Dunia mu menarik ku
tatapan mu memaksa ku
senyuman mu membunuh ku

Lalu ku sadar
kau adalah potongan teka-teki yang hilang
kau adalah warna ungu pada pelangi
kau adalah angka 12 pada putaran waktu
kau adalah awan dak akhir perjalanan hidup ku

Dan yang tersisa sekarang hanyalah keinginan tuk mengukir kehidupan
bersama mu

Mati

Kematian ini bagai tusukan sejuta tombak
sakit...
ketika ruh terhempas, terlepas dari sukma

Kematian ini bagai hujaman sejuta panah
sakit...
ketika nyawa dicabut, dicatut bagai palu pada paku

Kematian ini bagai tikaman sejuta pedang
sakit...
ketika jiwa terkoyak, retak berpisah dari raga

Tapi, kematian ini bagai selimut sutra.
indah...
ketika bertemu dengan Ilahi

Jakarta-Surabaya



Jakarta dan Surabaya
Ratusan mil kita terpaut
Ribuan hasta jarak yang ada
Jutaan jengkal kita terpisah

Setiap ku ingat daratan yang terbentang
Semua bagaikan dinding tebal pemisah
Antara aku dan kau

Penuh penantian akan pertemuan
Derita akan jarak yang memisahkan
Serasa siksa dalam hati
Memanggil rindu mu dalam kalbu

Saat keheningan datang menghampiri
Ku ingat kau yang berdiri disana
Berharap dirimu juga mengenangku disini
Berbagi rasa, berbagi harap

Ku ingin waktu cepat berlalu
Menuju waktu dimana kita bertemu kembali
Dan saling menggenggam erat tangan
Bersama.

Sebuah Penantian

Pagi kembali datang
Cahaya mentari datang seolah tak bosan
Burung-burung kembali bersiul seolah menyapa
Angin pagi berhembus sejuk bersama sang embun

Aku memandang ke luar jendela
Menyambut kenangan yang tak akan hilang
Kenangan yang selalu berdentang dalam ingatan

Selalu ku ingat...
Ketika senyum mu menuju indah ke arah ku
Ketika tatapan indah mu memandang ke mata ku
Ketika sapa mu mengalun indah di telinga ku

Kau pergi sebelum aku mengucap janji
Ku tak tahu apakah kau akan kembali
Ke sini, ke tempat kita saling memandang langit berdua
Menatap masa depan dengan asa

Kau...
Nama yang ku ingat sejak dulu
Senyum yang ku ingat sejak lama 

Entah kapan kau akan kembali
Tapi, aku akan tetap di sini
Di sisi pintu yang selalu terbuka
Menunggu dan menanti diri mu...
Kembali...

Blogger Template by Blogcrowds